Perhitungan PPh Terutang Wajib Pajak Badan

Pengertian Badan

Badan merupakan sekumpulan orang atau modal yang terdiri dari orang-orang yang bekerja atau tidak bekerja baik yang bekerja maupun yang tidak bekerja. Ini termasuk perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, organisasi lainnya, lembaga, dan organisasi lainnya.

Pengertian Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Bentuk Usaha Tetap (BUT) merupakan jenis usaha yang digunakan oleh individu yang tidak memiliki tempat tinggal di Indonesia atau individu yang tinggal di Indonesia hanya selama 183 (seratus delapan puluh tiga) hari selama 12 (dua belas) bulan, serta organisasi yang tidak didirikan atau tidak bertempat tinggal di Indonesia untuk menjalankan bisnis atau melakukan kegiatan di sana.

Subjek PPh Badan
  • Wajib pajak badan dalam negeri: Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
  • Wajib pajak badan luar negeri: Badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia tetapi menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT (Badan Usaha Tetap) di Indonesia atau badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia tetapi menerima penghasilan dari Indonesia.
Objek PPh Badan
Penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh badan. Semua penghasilan, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri adalah objek pajak PPh untuk subjek pajak dalam negeri.

Pengecualian Objek PPh Badan
  • Bantuan dan sumbangan
  • Iuran dari dana pensiun yang disahkan oleh mentri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun yang dibayar oleh pegawai
  • Penghasilan dari modal yang ditanamkan dalam sektor tertentu yang ditetapkan oleh mentri keuangan
  • Setoran tunai atau harta sebagai pengganti penyertaan modal
  • Sisa lebih yang diterima atau diperoleh oleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan, penelitian, dan pengembangan yang terdaftar pada lembaga yang membidanginya.
Rekonsiliasi Fiskal Dalam PPh Badan
  • Rekonsiliasi beda tetap: dilakukan karena perbedaan antara laba yang dikenakan pajak dan laba akuntansi yang belum terkena pajak (misalnya, PPh).
  • Rekonsiliasi beda waktu: dilakukan karena perbedaan waktu pengakuan penghasilan dan biaya antara sistem akuntansi dan sistem perpajakan, seperti perbedaan metode penyusutan.
Koreksi Fiskal Dalam PPh Badan
  • Koreksi fiskal postitif berarti meningkatkan laba komersial atau laba kena pajak melalui peningkatan pendapatan dan pengurangan atau pengeluaran biaya yang tidak diakui secara fiskal.
  • Koreksi fiskal negatif adalah penurunan laba komersial atau laba kena pajak yang disebabkan oleh pendapatan komersial yang lebih besar daripada pendapatan fiskal dan biaya komersial yang lebih kecil daripada biaya fiskal.
Kewajiban Melakukan Perhitungan Dalam Mengurangi Biaya

WP Badan harus mengurangi biaya bisnis, baik langsung maupun tidak langsung, untuk mengetahui pendapatan kena pajak. Ini termasuk sewa, bahan, perjalanan, biaya pekerjaan, bunga, royalti, asuransi, promosi, penjualan, pengolahan limbah, administrasi, dan biaya terkait pekerjaan atau jasa, seperti gaji, tunjangan, honorarium, dan lainnya.

Tarif dan Tata Cara Perhitungan PPh Badan

Tarif 22% PPh Badan berlaku dari tahun 2022 hingga saat ini. Penghitungan dilakukan berdasarkan jumlah peredaran bruto sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, yaitu:
  • Dalam jangka waktu tertentu, wajib pajak badan dengan penghasilan bruto tahunan di bawah Rp4,8 miliar dapat menggunakan PPh Final PP 23/2018 dan PP Nomor 55 Tahun 2022.
  • Perhitungan tarif pajak berbeda untuk wajib pajak yang memiliki omzet antara nilai tersebut. Tarif pajak penghasilan yang dikalikan dengan penghasilan kena pajak oleh WP Badan dikurangi sebesar 50%.
  • Penghasilan badan terutang yang memiliki peredaran bruto lebih dari Rp50 miliar akan dihitung menggunakan ketentuan umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif; rumusnya adalah tarif PPh Badan x Penghasilan Kena Pajak. Tabel berikut akan membantu dalam menghitung rumus PPh wajib pajak badan:


Fasilitas Pengurangan Tarif Pajak

Wajib pajak badan dalam negeri mendapatkan fasilitas pengurangan tarif. Fasilitas pengurangan tarif ini ditentukan berdasarkan besaran peredaran bruto. Jika peredaran bruto berada di antara Rp4,8 miliar–Rp50 miliar, maka wajib pajak badan mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari peredaran bruto yang berjumlah Rp4,8 miliar. Berikut Teknik

Peredaran bruto kurang atau sama dengan Rp4,8 miliar adalah 50% x 22% x penghasilan kena pajak.
Peredaran bruto lebih dari Rp4,8 miliar sampai Rp50 miliar adalah [(50% x 22%) x penghasilan kena pajak yang memperoleh fasilitas] + [22% x penghasilan kena pajak tidak memperoleh fasilitas]. 

Tetapi jika peredaran bruto di atas Rp50 miliar, akan dihitung berdasarkan ketentuan umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif. Hasilnya, besar PPh Badan tetap 22% dikalikan penghasilan kena pajak.

Contoh Perhitungan

PT Bakune adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam bidang penjualan kue. Peredaran Bruto PT Bakune dalam Tahun Pajak 2023 sebesar Rp 5.235.000.000,00. Peredaran Bruto PT Bakune dalam Tahun Pajak 2024 sebesar Rp 4.356.235.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar 426.436.000.

Analisa PPh terutang :
  • Karena Peredaran Bruto PT Bakune dalam Tahun Pajak 2023 sebesar Rp 5.235.000.000,00 atau melebihi Rp.4.800.000.000,00,
  • Karena Peredaran Bruto PT Roti Sari Rasa dalam Tahun Pajak 2024 sebesar Rp 4.356.235.000,00 atau tidak melebihi Rp.4.800.000.000,00, maka Perhitungan PPh Badan dihitung dengan cara Penghasilan Kena Pajak dikenai tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku
Perhitungan PPh terutang:
= (50% x 22%) x Rp. 426.436.000 = Rp. 46.907.960



Selamat berkunjung kembali di postingan selanjutnya

Postingan populer 30 hari terakhir...

Dasar Sistem Perancangan Proses Bisnis

Lingkup Dasar Use Case Diagram Beserta Contoh Kasusnya

Ruang Lingkup Analisis dan Penggunaan Laporan Keuangan

Ruang Lingkup Standar Keuangan di Indonesia